Ahwal dalam Tasawuf : Tawadhu dan Taqwa
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Hallo teman-teman, dalam tulisan blog kali ini saya akan menjelaskan mengenai ahwal dalam tasawuf : tawadlu' dan taqwa. Selamat membaca.
1. Ahwal
Ahwal adalah jamak dari kata hal yang artinya keadaan, yakni keadaan hati yang dialami oleh para ahli sufi dalam menempuh jalan untuk dekat dengan Tuhan. Ahwal juga bisa diartikan dengan situasi kejiwaan yang diperoleh oleh seorang sufi sebagai suatu karunia Allah Swt, bukan dari hasil usahanya. Ahwal dan hal, merupakan suatu anugerah dan rahmat dari Tuhan, hal bersifat sementara, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekatkan diri dengan Tuhan.
Menurut Harun Nasution, hal merupakan keadaan jiwa, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Menurut At-Thusi, ahwal adalah apa yang di dalam hati karena ketulusannya dalam mengingati Allah, senada dengan At-Thusi yaitu Al-Junaidi menjelaskan hal adalah sesuatu yang datang dan singgah ke dalam hati, namun tidakpernahmenetap.
2. Tawadhu
Secara terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Tawadhu menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan kedudukan atau menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Tawadhu menurut Ahmad Athoilah adalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-sifat Allah.
Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan dengan tawadhu.
a. Dalil-dalil yang Menjelaskan Tentang Tawadhu
1) Bertawadhu ketika Berdoa
Artinya: Katakanlah “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orang-orang yang bersyukur)” (QS. Al-An’am [6]: 63).
2) Bertawadhu kepada Orang Tua
Artinya: dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. Al-Isra‟ [17]: 24).
3) Bertawadhu dalam Memohon
Artinya : “dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. 43. “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun Menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan” (QS.Al-An‟aam [6]: 42-43).
b. Faktor yang Membentuk Sikap Tawadhu
1) Bersyukur
Bersyukur dengan apa yang kita punya karena itu semua adalah dari Allah, dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbesit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain.
2) Menjauhi Riya’
Lawan ikhlas adalah riya’, yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tetapi karena ingin dipuji atau karena pamrih. Kita harus menjauhi riya atau berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain. Karena itu juga yang akan membuat kita jadi sombong dan tinggi hati.
3) Sabar
Menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho Allah, atau bersabar dalam segala cobaan dan godaan yang berusaha mengotori amal kebaikan kita.
4) Hindari sikap takabur
Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau sombong, yaitu sikap menganggap diri lebih, dan meremehkan orang lain. Kita harus bisa menghindari sikap takabur, karena biasanya orang sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari pihak yang statusnya dianggap lebih rendah dari dirinya.
5) Berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain
c. Ciri-ciri Tawadhu
1) Salah satu sikap tawadhu dapat ditunjukkan pada saat kita berdoa kepada Allah. Saat berdoa, seseorang dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan penuh harap (raja‟) kepada Allah SWT. Jika seseorang berdoa dengan rasa takut kepada Allah SWT, maka ia pasti tidak akan berdoa dengan sembarang cara.
2) Tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orangtua dan orang lain. Kepada orangtua, kita bersikap penuh hormat dan patuh terhadap perintah-perintahnya.
3) Seseorang dapat belajar sikap tawadhu salah satunya dengan berusaha tidak membangga-banggakan diri dengan apa yang kita miliki. Sikap membanggakan diri sangat dekat dengan kesombongan.
3. Taqwa
Takwa menurut etimologi para pengarang ensiklopedi sepakat mengatakan bahwa akar kata takwa adalah waqa-wiqayah yang berarti memelihara dan menjaga. Seperti diungkapkan oleh al-Khalil bin Ahmad, al-Azhary dalam Maqayis al-Lughah, alJauhary dalam al-Shihhah, dan juga al-Ashfahany dalam al-Mufradat fi Gharib al-Quran. Dari makna dasar itulah secara bahasa takwa mengandung beberapa pengertian:
Pertama : menjaga sesuatu dari yang menyakitkan dan membahayakan. Kedua : menjaga diri dari yang ditakutkan (alAshfahany, t.th : 530). Ketiga: menghalangi antara dua hal (Ibnu Ismail, 1996 : 3/169). Keempat: bertameng (berlindung) dengan sesuatu atau dengan orang ketika menghadapi musuh atau sesuatu yang dibenci. Kelima: menghadapi sesuatu dan melindungi diri (dari bahayanya). Keenam: mengambil perisai untuk menutupi dan menjaga. Ketujuh: menjaga diri dan menolak hal-hal yang tidak disukai. Kedelapan: hati-hati, waspada dan menjauh dari yang menyakitkan. Kesembilan takut kepada Allah dan merasakan pengawasan-Nya. Jadi dapat diartikan bertaqwa kepada Allah adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah, dengan cara tidak melanggar agama dan syariat-Nya.
a. Ruang lingkup taqwa
1) Hubungan manusia dengan Allah
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah SWT.
2) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Manusia juga harus bisa menjaga hati nurani dengan baik seperti yang telah di contohkan oleh Nabi Muhammad dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, dll. Selain itu, manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya.
3) Hubungan manusia dengan manusia
Semua konsep memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan antara manusia dengan manusia atau yang disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan (makhluk sosial).
b. Ciri-ciri khusus orang bertaqwa
Ciri-ciri orang bertaqwa disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
1) Al-Maidah ayat 8, “ Tegakkanlah keadilan, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”
2) Al-Baqarah ayat 273, “ Kalau kamu memaafkan, maaf itu lebih dekat kepada taqwa.”
3) At-Taubat ayat 7, “ Selama mereka bersifat lurus kepadamu, hebdaklah kamu bersikap teguh hati (istiqomah) kepada mereka, sesungguhnya Tuhan itu menyukai orang-orang yang taqwa.”
4) Ali Imran ayat 200, “ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetap bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
------------------------------------------------------
Kesimpulan :
Ahwal merupakan suatu keadaan hati yang dialami oleh para ahli sufi dalam menempuh jalan untuk dekat dengan Tuhan. Dalam tasawuf, para sufi merasakan beberapa keadaan dalam menempuh jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, diantaranya tawadhu, taqwa dan lain sebagainya. Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan dengan tawadhu. Ada beberapa faktor yang membentuk sikap tawadhu antara lain, bersyukur, menjauhi riya’, sabar, menghindari sikap takabur, berusaha mengendalikan diri.
Bertaqwa kepada Allah adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah, dengan cara tidak melanggar agama dan syariat-Nya. Ciri-ciri orang bertaqwa disebutkan dalam Al-Quran yaitu, adil, pemaaf, istiqomah, sabar, dan lain sebagainya.
------------------------------------------------------
Cukup itu penjelasan dari saya, semoga bermanfaat untuk semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh
Komentar
Posting Komentar