Tasawuf Falsafi
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Hallo teman-teman, dalam tulisan blog kali ini saya akan menjelaskan mengenai lingkup tasawuf Falsafi. Selamat membaca.
Apa Definisi Dari Tasawuf Falsafi?
Secara bahasa tasawuf falsafi dibagi menjadi dua, yaitu antara tasawuf dan falsafi. Tasawuf berarti kecintaan kepada Tuhan, sedangkan falsafi adalah ilmu filsafat Islam yang berkaitan dengan akal dan pikiran. Falsafi di sini merupakan cara atau metode yang digunakan dalam bertasawuf.
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tingkatan yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (makrifatullah) melainkan lebih dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud).
Tasawuf falsafi merupakan ajaran bagaimana memadukan visi rasional dan visi mistis untuk menuju kepada kebahagian sejati. Ajaran tasawuf falsafi konsep dan praktiknya banyak dipengaruhi oleh pemikiran filosofis dan lebih menekankan pada segi teoritis, bahkan ada beberapa yang menyebutkan bahwa ajaran ini menyimpang dari luar Islam dan sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi orang awam. Tasawuf Falsafi, yakni tasawuf yang dipadukan dengan filsafat. Dari cara memperoleh ilmu menggunakan rasa, sedang menguraikannya menggunakan rasio, ia tidak bisa dikatakan tasawuf secara total dan tidak pula bisa disebut filsafat, tetapi perpaduan antara keduanya.
Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Dewasa ini, ajaran tasawuf falsafi sering didiskreditkan karena dianggap keluar dari batas-batas dan aturan syari’at Islam. Hal itu disebabkan banyaknya istilah-istilah ganjil yang muncul dari paham tersebut dan dapat memicu banyak kesalah pahaman bagi orang awam. Pada kenyataannya, tasawuf falsafi justru selalu berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Bagaimana Teori Dan Ciri-Ciri Tasawuf Falsafi?
Dalam tasawuf falsafi metode pendekatan yang digunakan sangat berbeda dengan tasawuf sunni maupun tasawuf salafi. Tasawuf sunni dan salafi lebih mengedepankan kepada segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi lebih mengedepankan kepada segi teoritis, sehingga dalam konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosof yang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam.
Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi memiliki ciri umum, diantaranya yaitu tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq) tetapi tidak dapat pula dipandang sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Menurut Ibnu Khaldun, ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof antara lain sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib seperti sifat-sifat rabbani, Arsy, malaikat, wahyu, kenabian, roh.
3. Peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk keramatan atau keluarbiasaan.
4. Menciptakan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya dan menyetujuinya.
Siapa Saja Tokoh Dan Bagaimana Pemikirannya Dalam Tasawuf Falsafi?
Abu Yazid al Busthomi
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 188 H – 261 H/874 – 947 M. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster (Majusi), kemudian masuk dan memeluk agama Islam di Bustam. Ayahnya salah seorang tokoh masyarakat di Bustam. Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya. Akan tetapi ia lebih memilih hidup sederhana.
Abu al-Busthomi hidup dalam keluarga yang taat beragama. Ibunya seorang yang taat dan zahidah, dua saudaranya Ali dan Adam termasuk sufi meskipun tidak terkenal sebagaimana Abu Yazid.
Abu Yazid dikenal sebagai tokoh sufi yang membawa ajaran tasawuf yang berbeda dengan ajaran-ajaran tasawuf sebelumnya. Ajaran yang dibawanya banyak bertentangan dengan para fuqaha sehingga berimplikasi keluar masuk penjara. Abu Yazid pada dasarnya adalah seorang sufi yang tekun dalam menjalankan shariah, ia mempelajari fiqih bermadzab Hanafi, berdedikasi moral yang tinggi, dan mengagumi pribadi Nabi Muhammad SAW. Dia memiliki banyak pengikut yang menamakan diri Taifur.
Abu Yazid al Busthomi meninggal pada tahun 216H/875M di Bustam dalam usia 73 tahun. Bebarapa ajaran tasawuf falsafi Abu Yazid al Busthomi adalah sebagaimana penjelasan di bawah ini:
Al Fana’ dan al Baqa’
Secara harfiah fana` berarti meninggal dan musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan dengan proposisi: fana`an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak menyadari sesuatu. Sedangkan dari segi bahasa kata fana` berasal dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafna yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur. Dalam istilah tasawuf, Fana’ juga dapat diartikan sebagai keadaaan moral yang luhur. Definisi lain seperti dikutip oleh Rosihan Anwar dan M. Solihin, mendefinisikanfana’ sebagai “hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tikdak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepantingan ketika berbuat sesuatu”. Sedangkan fana` menurut istilah para sufi adalah berarti hilang dan lenyap, sedangkan lawan katanya adalah baqa`, dan lebih jelasnya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Jawahir, fana` adalah kemampuan seorang hamba memandang bahwa Allah berada pada segala sesuatu.
Jika ditelusuri secara bahasa fana’ berarti hancur, lebur, musnah, lenyap, hilang atau tiada. Sementara baqa’ berarti tetap, kekal, abadi, atau hidup terus (kebalikan dari fana’). Fana’ dan baqa’ merupakan kembar dua dalam arti bahwa adanya fana’ menunjukkan adanya baqa’. Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam aplikasinya, kedua jenis konsep menjadi sebuah kemestian sebab dan akibat.
Beberapa praktek kesufian diatas menyiratkan bahwa didalam diri sufi, ketika terjadi fana atau hancur dan sesuatu yang lain yang akan muncul yaitu baqa . Seorang sufi yang fana dari kejahilan akan baqailmu dalam dirinya; orang yang fana’ dari maksiat akan baqa’ taqwa dalam dirinya. Dengan demikian, yang tinggal dalam dirinya adalah sifat-sifat yang baik.
Sedangkan konsep baqa`,ditilik dari asal kata baqiya-yabqa-baqa’. Dalam kamus al-Kautsar, baqa` berarti tetap, tinggal, kekal. Secara etimologi berarti tetap, dan secara terminologi adalah istilah tasawuf yang berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Konteks tasawuf, istilahbaqa` biasanya digunakan dengan proposisi: baqa` bi, yang berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama sesuatu. Bisa juga berarti memaafkan segala kesalahan, sehingga yang tersisa adalah kecintaan kepadanya. Fana` dan Baqa` dalam praktek tasawuf falsafi merupakan praktek yang beriringan. Sebagai akibat dari fana` adalah baqa`. Baqa` adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana`) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Para ahli tasawuf menjelaskannya sebagai berikut; apabila nampak nur kebaqa’an, maka fana’lah yang tiada, dan baqa’lah yang kekal. Tasawuf dalam pendangan sufi falsafi ialah fana` dari dirinya dan baqa` dengan Tuhannya. Hal itu dikarenakan karena hati mereka telah bersama Allah.
Al- Ittihad
Konsep ittihad ini merupakan efek yang ditimbulkan dari konsep sebelumnya yaitu fana’ dan baqa’ . Ittihad timbul sebagai konsekuensi lanjutan dari pendapat sufi yang berkeyakinan bahwa jiwa manusia adalah pancaran dari Nur Ilahi. Atau dengan kata lain “aku” nya manusia adalah pancaran dari Tuhan. Siapapun yang bisa membebaskan diri dari alam lahiriahnya atau mampu meniadakan kepribadian dari kesadaranya, maka dia akan mendapat jalan menuju sumber yang asal, yaitu cahaya Tuhan.
Kata Ittihad secara bahasa berasal dari kata ittahada-yattahidu-ittihad yang berarti dua benda menjadi satu. Secara terminoligi tasawuf al-ittihad berarti satu tingkatan dalam tasawuf, yaitu bila seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Tahapan ini adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia melalui tahapan fana` dan baqa`. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan. Antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik subtansi maupaun perbuatannya.
Ada dua tingkat penyatuan (ittihad) yang biasa dibedakan yaitu merasa bersatu dengan Tuhan, tetapi tetap menyadari perbedaan dirinya dengan Tuhan; inilah yang disebut tingkat bersatu. Pada tahap selanjutnya adalah kesadaran dari ketiadaan yang bersama-sama dan mistik adalah kesadaran akan adanya Maha Zat yang sangat berbeda. Kaum Sufi memandangnya sebagai tingkat kebersatuan mutlak (Jam`al al-jam`; secara harfiah adalah bersatunya kebersatuan).
Suhrawardi al-Maqtul
Suhrawardi dilahirkan pada tahun (549 H/ 1153 M) di Desa Sahraward (Persia Modern). Beliau memiliki faham filsafat illuminasi. Perinsip dan asas pertama bagi filsafat ini ialah bahwa Allah adalah cahaya dan sumber bagi semua makhluk-Nya, maka dari cahaya-Nya terdapat cahaya-cahaya lain yang keluar sebagai cikal-bakal atau pondasi alam semesta ini.
Al-Hallaj
Nama lengkapnya adalah Abul Mughith Al-husayn Ibnu Mansur Ibnu Muhammad Al-Baydowi. Al-Hallaj dilahirkan sekitar 244 H/ 858 M. Di Tur, al-Bayda, Iran Tenggara.
Al Hallaj meninggal dalam eksekusi “pancung” yang dilakukan oleh penguasa saat itu di Bagdad karena ajarannya dituduh dapat menyesatkan. Pengalaman tasawufnya yang bercorak falsafi menjadi warna tersendiri dalam sejarah tassawuf di dunia Islam. Berikut ajaran tasawuf dari Al Hallaj :
Hulul
Ajaran yang dikembangkan oleh Al Hallaj dalam tasawuf adalah hulul. Hulul merupakan konsep di dalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Pengertian Hulul secara singkat adalah Tuhan mengambil tempat dalam diri manusia tertentu yang sudah melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’. Istilah hulul berimplikasi kepada bersemayamnya sifat-sifat ke-Tuhan-an ke dalam diri manusia atau masuk suatu dzat kedalam dzat yang lainnya. Konsep hulul mengisyaratkan terjadinya penyatuan antara manusia dengan Tuhannya terjadi didasarkan pada adanya dua potensi dua sifat dasar yang dimiliki manusia. Kedua potensi besar tersebut adalah yaitu sifat nasut (kemanusiaan) dan unsur lahut (ketuhanan). Nasut mengandung tabiat kemanusian baik yang rohani maupun jasmani, dan Tuhan tidak bersatu dengan tabiat ini. Sedangkan lahut adalah sifat ketuhanan, yang mana sifat ini yang dapat menghantarkan manusia kepada Tuhannya.
Ibn Araby
Nama lengkapnya Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim. Beliau biasa dipanggil dengan nama Abu Bakar, Abu Muhammad, dan Abu Abdullah. Namun beliau terkenal dengan gelar Ibnu ‘Araby Muhyiddin dan al Hatami. Ia juga mendapat gelar sebagai Syaikhul Akbar dan Sang Kibritul Ahmar. Beliau lahir pada 17 Ramadhan 560 H / 29 Juli 1165 M di kota Marsia, yaitu ibukota Andalusia Timur. Ibnu al Araby tinggal di Hizaj dan meninggal pada tahun 638H. Berikut ajaran tasawuf falsafi dari Ibnu ‘Araby :
Wahdat al-Wujud
Konsep ajaran Wahdat al-wujud merupakan ajaran utama dan sentrak dari konsep tasawuf Ibn Al-Araby. Wahdat al Wujud merupakan istilah yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat secara bahasa artinya sendiri, tunggal, dan kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud mempunyai arti kesatuan wujud. Kata wahdat selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Sebagian ulama’ terdahulu mengartikan wahdat sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi lagi. Selain itu kata wahdat menurut ahli filasafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara roh dengan materinya, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang lahir dan yang bathin.
Ibn al Arabi menyatakan bahwa wujud yang ada semua ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik juga, tidak ada perbedaan antara keduanya (makhluk dan khalik) jika dilihat dari segi hakikat. Paham ini merujuk kepada timbulnya paham yang menyatakan bahwa antar makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu kesatuan dari wujud Tuhan. Dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanyalah bayangan dari khaliq. Landasan paham ini dibangun berdasarkan pemikiran bahwa Allah SWT sebagai yang diterangkan dalam al-hulul yang berarti yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa Tuhan dapat mengambil tempat pada diri manusia. Bahwasannya di dalam alam dan diri manusia terdapat sifat-sifat Tuhan, dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham wahdat al-wujud ini juga mengatakan bahwa yang ada di dalam alam ini pada dasarnya satu, yaitu satu keberadaan yang hakiki yang hanya dimiliki oleh Allah SWT.
Penjelasan tentang paham wahdat al wujud terkesan menyatukan wujud Tuhan dengan wujud alam yang dalam istilah Barat disebut Panteisme. Panteisme didefinisikan oleh Henry C.Theissen, sebagaimana dikutip Kautsar Azhari Noer, seperti berikut: “Panteisme adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada denag natural (alam). Tuhan adalah semuanya, semuanya adalah Tuhan. Ia muncul dalam berbagai bentuk masa kini yang di antaranya mempunyai pula unsur-unsur atestik, politestik, dan teistik.”
Padahal kalau ditelusuri lebih dalam bahwasannya konsep Wahdatul Wujud menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang mempunyai wujud yang hakiki atau mutlak kecuali Allah. Wujud Mutlak adalah wujud yang keberadaannya independen (tidak bergantung pada apapun), tidak berawal, tidak membutuhkan wujud lain untuk membuat-Nya berawal (karena Dia memang tidak berawal). Adanya Wujud Mutlak ini ialah keniscayaan bagi keberadaan wujud-wujud lain yang berawal. Alam semesta dan segala sesuatu selain Allah adalah wujud yang tidak hakiki, karena keberadaannya tergantung kepada Wujud Mutlak.
------------------------------------------------------
Kesimpulan :
Dari penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa tasawuf falsafi muncul pada abad keenam Hijriyah. Secara sederhana tasawuf falsafi adalah kajian dalam Islam untuk mengembangan kesucian hati mendekatkan diri pada Tuhan yang melibatkan pandangan-pandangan filosofis. Ajaran tasawuf ini menyampaikan pada umat Islam untuk memilki akhlak sebagaimana yang telah dicontohkan dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah SAW. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filsafat. Tasawuf falsafi merupakan ajaran bagaimana memadukan visi rasional dan visi mistis untuk menuju kepada kebahagian sejati. Yang dimaksud visi rasional adalah pemikiran/teori yang masih bisa diterima oleh akal sedangkan visi mistis adalah pemikiran yang terkait dengan suatu hal mustahil tetapi hal tersebut ada contohnya mukjizat. Aliran dalam tasawuf falsafi terkesan tidak jelas dan tidak banyak orang yang bisa memahaminya, apalagi untuk orang awam. Hal ini dikarenakan dalam tasawuf falsafi banyak istilah-istilah filsafat yang tidak bisa diartikan secara sederhana melainkan melakukan kajian dengan lebih mendalam.
Ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof dalam tasawuf ini antara lain sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib seperti sifat-sifat rabbani, Arsy, malaikat, wahyu, kenabian, roh.
3. Peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk keramatan atau keluarbiasaan.
4. Menciptakan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar
Kemudia dalam tasawuf falsafi tokoh yang terkenal antara lain, Abu Yazid al Busthomi dengan ajarannya yaitu Al Fana’ dan Al Baqa’ serta Al – Ittihad, Surawardi al-Maqtul, Al-Hallaj dengan ajarannya yaitu Hulul (kesatuan antara kholiq dengan makhluk), dan Ibn Araby dengan ajarannya yaitu Wahdat al-Wujud.
------------------------------------------------------
Cukup itu penjelasan dari saya, semoga bermanfaat untuk semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh
Komentar
Posting Komentar